ASEDAS Dialog Lintas Budaya Indonesia - Malaysia di Era Ekonomi Digital

Abstract

Relasi budaya Indonesia - Malaysia sudah terjalin di atas hubungan sejarah yang berusia ribuan tahun (Pratama, 2016). Kedua negeri serumpun secara geopolitik di- pisahkan oleh Selat Malaka, namun di sisi utara Pulau Kali-mantan, keduanya masih bersatu. Perbatasan wilayah daratan antara Indonesia - Malaysia di Pulau Kalimantan, berbatasan langsung dengan wilayah Serawak, Sabah, dan Sebatik (Fathun, 2021). Bahkan di Pulau Sebatik yang lebih kecil, kedua negeri Indonesia - Malaysia bahkan saling berbagi wilayah. Eksotisme yang sangat menonjol dari kedua negeri ini bahkan juga sudah ditulis oleh filsuf Yunani, Socrates yang meyakini bahwa kedua negeri ini adalah Atlantis yang sesungguhnya (Adelaar, Alexander, Prentice, 1996). Kenyataan ini satu bentuk pengakuan bangsa Barat terhadap eksistensi Indonesia - Malaysia. Perilaku yang mengarah pada ketertutupan budaya (exclusivism culture) merupakan bentuk yang menghambat upaya untuk membangun kebersamaan dalam masyarakat dunia yang majemuk (Ajawaila, 2003). Pada dasarnya budaya memiliki hakikat. Menurut Kroeber, hakikat budaya adalah “keseluruhan kompleks yang terdiri atas pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat kebiasaan dan kapabilitas lain, serta kebiasaan apa saja yang diperoleh seorang manusia sebagai suatu anggota masyarakat” (Berry, 1999: 324). Pendapat Clifford Geertz melihat budaya sebagai suatu sistem pemikiran yang mencakup gagasan, konsep-konsep, aturan-aturan, serta pemaknaan yang mendasari dan diwujudkan dalam kehidupan masyarakat melalui proses belajar (Tuloli, 2003: 2).